Saya Kho Seng Seng, saya adalah salah satu pembeli produk Sinar Mas
Group (kios di ITC Mangga Dua) yang membangun BSD City. Saya tidak akan
lagi mau membeli produk-produk Sinar Mas Group karena pengalaman saya
dengan group ini sangat buruk.
Saya membeli property group ini
melalui anak perusahaannya yaitu PT Duta Pertiwi Tbk sebuah kios di ITC
Mangga Dua. Saya tidak membeli langsung ke PT Duta Pertiwi Tbk saya
membeli melalui lelang Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) tetapi
sungguh sial ternyata tanah tempat berdirinya gedung ITC Mangga Dua
adalah milik Pemprov DKI Jakarta yang baru saya tahu ketika akan
memperpanjang Hak Guna Bangunan (HGB) gedung ITC Mangga Dua.
Kemudian
saya menanyakan ke kuasanya (karyawan Sinar Mas Group) yang didudukan
sebagai ketua Perhimpunan Penghuni (PP) ITC Mangga Dua yang mana dari 3
dokumen yang saya miliki yang menunjukkan bahwa tanah di ITC Mangga Dua
adalah milik Pemprov DKI Jakarta (3 dokumen yang saya miliki adalah Izin
Mendirikan Bangunan, Akta Jual Beli dan Sertifikat Hak milik Satuan
Rumah Susun)?. Kuasa perusahaan ini tidak bisa menjawab dia hanya
mengatakan memang sejak awal sudah milik Pemprov DKI Jakarta.
Saya
tidak puas dengan jawaban tersebut kemudian saya mengirimkan Surat
Pembaca ke harian Kompas dan dimuat tanggal 26 September 2006 dengan
judul “DUTA PERTIWI BOHONG” isinya kurang lebih menceritakan ketidak
jujuran perusahaan ini waktu menjual produk propertynya dan saya
menanyakan siapa yang mesti saya gugat ( Badan Pertanahan Nasional,
Pemprov DKI Jakarta, PT Duta Pertiwi Tbk). Hampir 2 bulan kemudian saya
juga mengirimkan surat pembaca ke harian Suara Pembaruan. Isinya
mengenai denda Rp. 100.000-, per hari yang dikenakan ke pembeli
kios-kios ITC Mangga Dua jika tidak mau membayar uang perpanjangan ke
Pemprov DKI Jakarta. Yang mengancam denda ini adalah karyawan dari Sinar
Mas Group yang didudukan sebagai pengurus Perhimpnan Penghuni ITC
Mangga Dua Surat Pembaca ini dimuat tanggal 21 November 2006. Surat
Pembaca saya di harian Kompas ini kemudian dibantah oleh pihak PT Duta
Pertiwi Tbk dan Surat Pembaca saya di harian Suara Pembaruan dibantah
oleh Divisi Real Estate Sinar Mas Group.
Tidak puas dengan
bantahan ini Sinar Mas Group kemudian melaporkan saya ke MABES POLRI
dengan dakwaan penghinaan, pencemaran nama baik dan perbuatan tidak
menyenangkan. Saya dipanggil langsung sebagai TERSANGKA bukan saksi
terlebih dahulu. Azas praduga tak bersalah tidak berlaku disini.
Tidak
berhasil di MABES POLRI untuk menahan saya kemudian Sinar Mas Group ini
menggugat saya di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Dasar gugatan adalah
Surat Pembaca dan laporan polisi saya yang di hentikan peyidikannya
(SP3) oleh Polda Metro Jaya (saya laporkan kasus dugaan penipuan oleh
Sinar Mas Group ini ke Polda Metro Jaya pada tanggal 15 November 2006) .
Nilai Gugatan ini Rp 17 miliar. Benar-benar luar biasa Sinar Mas Group
ini dimana ingin menyita kios dan rumah orang tua saya.
Perusahaan
yang patut diduga telah menipu kami ribuan konsumennya malah ingin
menyita harta benda milik konsumennya. Apa kira-kira pendapat pembaca
terhadap perusahaan Sinar Mas Group ini.
Disini saya katakan
bukan saya saja yang dilaporkan ke Mabes Polri masih ada 2 orang lagi
dimana kedua orang ini menulis surat pembaca mengenai produk property
dari Sinar Mas Group ini yaitu Apartemen Mangga Dua Court dan ITC Roxy
Mas. Kedua orang ini juga dilaporkan ke Mabes Polri sebagai TERSANGKA
langsung sama seperti saya dan kedua orang ini juga digugat dengan nilai
Rp 17 miliar dan Rp 11 miliar.
Bukan hanya kami bertiga yang
digugat masih ada 16 orang lagi yang digugat. Ke 16 orang ini digugat
karena laporan mereka ke Polda Metro Jaya yang dihentikan penyidikannya.
Laporan ini mengenai tanah bersama yang mereka bersama-sama beli
ternyata adalah tanah Pemprov DKI Jakarta. Jadi patut diduga Sinar Mas
Group telah menipu kami semua. Mereka masing-masing digugat sebesar Rp
11 miliar – Rp 17 miliar. Gugatan di Pengadilan adalah gugatan perbuatan
melawan hukum berkaitan penghinaan (pencemaran nama baik).
Yang saya
tulis dalam surat pembaca dan laporkan ke Polda Metro Jaya adalah
kenyataan yang saya dan ribuan konsumen lainnya alami bukan cerita
bohong atau isapan jempol belaka. Inilah kenyataan yang kami alami
sekarang, betapa hebatnya group perusahaan ini melakukan tindakan
intimidasi kekonsumennya.
Beberapa bulan yang lalu ada komplain
warga dari BSD City mengenai atap rumah yang kayunya dimakan rayap
melalui surat pembaca yang dimuat dibeberapa Media massa. Apakah Warga
tersebut juga dilaporkan polisi dengan pasal pencemaran nama baik? Kami
sebenarnya ingin tahu kelanjutan komplain warga tersebut tapi berhubung
kami sendiri sekarang lagi sibuk menghadapi gugatan dan pemeriksaan di
Mabes Polri kami tidak sempat mencari tahu kelanjutan komplain warga BSD
City tersebut.
Bukan hanya komplain di BSD city yang saya baca di Surat Pembaca ada juga komplain dari
warga
perumahan Banjar Wijaya yang juga dibangun oleh Sinar Mas group dan
saya juga membaca di Surat Pembaca komplain pemegang polis asuransi
Sinar Mas. Apakah semua orang yang mengkomplain ini dilaporkan ke pihak
yang berwaajib dan digugat di Pengadilan Negeri?
Demikianlah
pengalaman kami dengan Sinar Mas Group. Tidak ada maksud saya
mendiskreditkan Sinar Mas Group ini tapi inilah yang terjadi sekarang
dan tanah Pemprov DKI Jakarta yang dijual bukan hanya di ITC Mangga Dua
tetapi hampir 30 hektar lahan di Mangga Dua Raya yang meliputi Wisma Eka
Jiwa, Mall Mangga Dua, Ruko Bahan Bangunan, Ruko Tekstil, Dusit Mangga
Dua dan Apartemen Mangga Dua Court. Serta setahu saya ada juga perkara
tanah di BSD dengan seseorang yang bernama Bapak RUSLI dimana perkara
ini sudah lebih dari 10 tahun belum selesai-selesai.
Inilah
informasi yang saya dapat beritahukan kepada segenap pembaca sekalian
semoga informasi ini berguna bagi segenap pembaca. Jadi BSD City atau
Bintaro Jaya berpulang kembali ke segenap pembaca sekalian. untuk
menentukan pilihan.
Saya telah menceritakan saya telah digugat
oleh Sinar Mas Group mengenai kasus tanah di ITC Mangga Dua yang semula
saya dan ribuan pembeli dari Sinar Mas Group yakini milik Sinar Mas
Group dengan status HGB ternyata 18 tahun kemudian ketika akan
diperpanjang HGB nya baru diketahui status tanah tersebut adalah HPL
Pemprov DKI Jakarta dan saya kemudian diputus bersalah oleh Majelis
Hakim yang mengadili saya dan Majelis Hakim ini menghukum saya harus
membayar 1 miliar rupiah tunai ke pihak Sinar Mas Group
Dalam
putusannya Majelis Hakim ini mengatakan saya telah melanggar hak
subyektif penggugat (Sinar Mas Group) dengan menulis 2 buah surat
pembaca di harian KOMPAS dan SUARA PEMBARUAN. Saya dikatakan telah
menyerang kehormatan dan nama baik Sinar Mas Group. Padahal para saksi
fakta yang saya datangkan ke persidangan dan memberi keterangan dibawah
sumpah mengatakan bahwa apa yang tertulis dalam surat pembaca saya
adalah fakta kejadian yang mereka alami dan ribuan pemilik property yang
membeli dari Sinar Mas Group. Jadi surat pembaca saya bukan merupakan
fitnah tapi kenyataan yang saya dan ribuan pembeli property Sinar Mas
Group alami. Apakah menurut para pembaca menceritakan apa yang terjadi
dan dialami ribuan konsumen dalam surat pembaca merupakan suatu
penghinaan? Apa yang saya tulis dalam surat pembaca saya semua ada bukti
tertulisnya dan saya sudah ajukan didepan sidang tetapi Majelis Hakim
yang mengadili saya sama sekali tidak mempertimbangkan bukti-bukti dan
saksi-saksi saya. Bukti yang saya masukan adalah bukti autentik yaitu
IMB, AJB dan Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun yang tidak ada sama
sekali keterangan mengenai HPL Pemprov DKI Jakarta. Dan menurut Pakar
Hukum Agraria yang menyusun UUPA 1960 bapak Prof Boedi Harsono guru
besar Trisakti sertifikat yang saya tunjukan pada beliau, beliau
mengatakan sertifikat ini status tanahnya adalah HGB diatas tanah negara
bukan diatas HPL karena tidak ada data mengenai HPL didalam sertifikat
saya.
Jika ditanyakan ke pembeli-pembeli asli property Sinar Mas
Group di area Mangga Dua apakah Sinar Mas Group mempunyai kehormatan dan
nama baik, saya yakin sekali jawabannya tidak. Kenapa saya katakan
tidak karena sekarang ribuan pembeli ini merasa mereka telah dicurangi
pada waktu membeli property Sinar Mas Group ini dimana tidak diberitahu
mengenai status tanah yang HPL Pemprov DKI Jakarta diarea Mangga Dua
pada saat membeli property Sinar Mas Group ini. Jika mereka diberitahu
kemungkinan ada dua mereka tetap membeli tetapi dengan harga murah
karena tanahnya bukan milik developer atau tidak membeli sama sekali.
Di
blog ini saya hanya ingin sharing dengan pembaca untuk bersikap lebih
berhati-hati jika ingin berhubungan dengan Sinar Mas Group, jangan
sampai mengalami hal seperti yang saya alami, komplain produknya melalui
karyawannya tidak dilayani kemudian saya menulis surat pembaca yang
akhirnya saya dilaporkan ke Mabes Polri (posisi Sinar Mas Group lebih
hebat dari Presiden RI dimana ketika Presiden diduga dicemarkan nama
baiknya hanya melapor ke Polda sedang saya dilaporkan ke Mabes) dan
digugat di pengadilan negeri Jakarta Utara..
Apa yang saya ceritakan
disini adalah kisah nyata saya menghadapi konglomerat nomer 3 di
Indonesia yang sangat tidak tersentuh hukum karena laporan saya dan
rekan-rekan saya ke Polda mengenai dugaan penipuan yang kemudian di SP3
kan dimana dasar SP3 inilah teman-teman saya juga digugat di Pengadilan
Negeri Jakarta Utara dan beruntung semua rekan saya dibebaskan hanya
saya dan satu teman saya saja yang dikalahkan. Yang mengalahkan saya dan
teman saya ini satu Majelis Hakim. Majelis Hakim ini menangani perkara
saya dan teman saya sedang 14 perkara yang lain (16 orang digugat, ada
16 gugatan) diputus bebas oleh Majelis-majelis Hakim yang berbeda-beda.
Demikian
akhir kasus saya digugat Sinar Mas Group atas dasar surat pembaca yang
saya kirim ke 2 media nasional yang mengakibatkan saya dihukum untuk
membayar tunai 1 miliar rupiah
Sebenarnya ada 19 gugatan yang
dilakukan oleh Sinar Mas Group. Salah satunya adalah saya. Sedang 18
gugatan dibuat oleh Sinar Mas Group karena ke 18 orang ini masing-masing
melapor ke Polda Metro Jaya karena tidak ada itikad baik dari Sinar Mas
Group untuk duduk bersama menyelesaikan kasus yang patut kami duga
telah menipu kami dengan cara menyembunyikan informasi mengenai tanah
bersama ITC Mangga Dua pada saat menjual satuan rumah susun ITC Mangga
Dua dimana sekitar 16 tahun kemudian baru diberitahu bahwa apa yang
dibeli konsumennya 16 tahun yang lalu yang berupa tanah dan bangunan
ternyata tanah tempat berdirinya gedung ITC Mangga Dua adalah milik
(dalam penguasaan) Pemprov DKI Jakarta dengan status hak atas tanah HPL
Pemprov DKI Jakarta. Kami menyatakan kami memebli tanah dan bangunan
karena Sinar Mas Group sendiri telah memberikan pada kami Faktur Pajak
sederhana yang menerangkan pembayaran atas Tanah dan pembayaran atas
Bangunan serta PPN atas Tanah dan PPN atas Bangunan. Hal inilah yang
kemudian kami laporkan ke Polda Metro Jaya dimana oleh pihak Polda
kemudian dinyatakan ini kasus dugaan penipuan. Yang pertama menyatakan
ini dugaan penipuan adalah Polda Metro Jaya. Polda menyatakan dugaan
penipuan karena penerima laporan kami melihat dan membaca dokumen yang
kami bawa berupa Izin Mendirikan Bangunan, Akta Jual Beli, Sertifikat
Hak Milik Satuan Rumah Susun dan Faktur Pajak Sederhana yang dikeluarkan
Sinar Mas Group yang tidak ada satupun data yang menerangkan bahwa
tanah tempat berdirinya gedung ITC Mangga Dua milik Pemprov DKI Jakarta.
Kesemua dokumen ini kemudian kami berikan dan serahkan sebagai barang
bukti ke pihak Polda.
Sungguh tidak saya duga kemudian pihak Polda
menghentikan penyidikan kasus kami (SP3). Dan dengan dasar SP3 ini
kemudian Sinar Mas Group menggugat kami yang melaporkan kasus dugaan
penipuan ini dimana kami digugat dengan gugatan perbuatan melawan hukum
berkaitan dengan penghinaan (pencemaran nama baik). Nilai gugatan ini
antara 11 miliar sampai 17 miliar rupiah. Total nilai gugatan adalah 232
milar rupiah (19 gugatan).
Sangking takutnya akan disita jamin
tempat berdagang dan rumahnya, 3 orang dari kami akhirnya dengan sangat
terpaksa menandatangani akta perdamaian yang saya nilai sangat sepihak
tanpa ada timbal balik buat tiga orang yang menyatakan damai ini.
Adapun isi dari akta perdamaian ini kurang lebih adalah sbb:
- mengakui bahwa tanah ITC Mangga Dua memang sudah sejak dari awal diberitahu tanah Pemprov DKI Jakarta dengan status HPL
- Mengaku bersalah dan bersedia menyatakan permohonan maaf dikoran.
- Tidak boleh ikut teman-teman Fifi Tanang
- Jika melanggar salah satu diatas bersedia membayar 5 miliar dan dituntut secara perdata dan pidana.
Isi
akta perdamaian ini saya ketahui karena akta perdamaian ini digunakan
sebagai bukti di pengadilan bahwa memang kami mencemarkan nama baik
Sinar Mas Group ini. Menurut saya ini sangat aneh karena ke 3 orang ini
sendiri melapor ke Polda bahwa tanah nya tidak ada lagi sekarang yang
berstatus Hak Guna Bangunan tetapi sekarang menjadi HPL, tapi di akta
perdamaiannya menyatakan ini mereka sudah sejak dari awal mengetahui.
Coba dibayangkan kalau mereka sudah tahu sejak dari awal HPL buat apa
mereka susah-susah melapor ke Polda ini tentu ada sesuatu yang tidak
beres dan lagi apa yang mereka dapatkan pada waktu menandatangani akta
ini? Tidak ada keuntungan sama sekali buat 3 teman saya yang
menandatangani akta ini.
Sedang ke 16 orang yang lain (termasuk
saya) tetap melakukan perlawanan dan pada bulan Maret sampai Juni 2008
akhirnya diputus pengadilan Jakarta Utara. Empat belas putusan
memenangkan kami hanya dua putusan yang mengalahkan kami. Dan yang
mengalahkan kami hanya satu Majelis Hakim. Majelis Hakim ini menangani
perkara saya dan satu perkara teman saya. Saya dan teman saya,
masing-masing dihukum 1 miliar dengan pertimbangan hukum yang ngawur
dimana putusannya telah melanggar hukum acara perdata dan Undang-undang
Pers.
Saya menggunakan pengacara dari LBH Pers untuk membela saya
dan teman saya dibela dari kantor Hukum Tarigan, Faridz & Partners.
LBH Pers menangani dua kasus kami sedang Tarigan, Faridz & Partners
menangani 9 kasus. Pengacara LBH Pers memenangkan satu gugatan teman
saya yang digugat 11 miliar. Jawaban, duplik, bukti, saksi dan
kesimpulan yang dibuat hampir sama seperti yang dibuat untuk saya. Saya
dikalahkan kerena Majelis Hakim yang menangani saya tidak sama seperti
Majelis Hakim yang menangani perkara teman saya. Begitu pula seperti
kantor hukum Tarigan, Faridz & Partners yang menangani 9 kasus hanya
kalah satu dan yang kalah itu Majelis Hakim nya sama seperti Majelis
Hakim yang mengadili saya. Jadi satu Majelis Hakim ini menangani 2
perkara dimana kedua perkara tersebut telah memenangkan Sinar Mas Group.
Kami
masih beruntung karena tidak semua Majelis Hakim bertindak seperti
Majelis Hakim yang mengalahkan kami karena didalam persidangan dan
didalam gugatannya Sinar Mas group mendalilkan kerugian akibat dari
laporan polisi dan Surat Pembaca saya dan teman saya. Dalil yang
menyatakan Sinar Mas Group rugi tidak bisa dibuktikan didalam
persidangan dan dalil kami mencemarkan nama baik melalui Surat Pembaca
juga tidak bisa dibuktikan didalam persidangan bahkan kamilah yang bisa
membuktikan bahwa kami telah menderita kerugian akibat dari tanah yang
baru kami ketahui milik Pemprov DKI Jakarta dan kami juga membuktikan
dipersidangan melalui saksi fakta kami yang memberikan keterangan
dibawah sumpah bahwa apa yang kami tulis didalam surat pembaca adalah
fakta kejadian bukan fitnah yang sekarang dialami ribuan konsumen Sinar
Mas Group di area Mangga Dua. Tetapi semua keterangan yang diberikan
baik saksi fakta kami maupun saksi ahli yang kami datangkan dari Dewan
Pers sama sekali tidak dianggap oleh Majelis Hakim yang mengadili
perkara saya dan teman saya.
Saya dikalahkan oleh Majelis Hakim
karena potongan-potongan kalimat yaitu yang diharian Kompas adalah judul
surat Pembaca ‘Duta Pertiwi Bohong’ sedang di Suara Pembaruan adalah
kalimat ‘Pemikiran saya, ini penipuan dan sudah saya laporkan ke Polda
dan dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan’. padahal kedua potongan kalimat
diatas tidak ada dalam surat pembaca asli saya (redaksi sudah menkoreksi
tulisan saya)
Jadi tidak perlulah saya mencari pengacara yang
lebih baik dan berintegritas karena pengacara saya dari LBH Pers dan
pengacara teman saya yang juga dikalahkan sudah baik dan berintegritas
tinggi dan pengacara saya ini dijamin bebas suap dan dijamin tidak
menginjak didua tempat hanya yang perlu diperhatikan adalah Majelis
Hakim yang mengadili perkara.
Sehebat apapun pengacara dan
sesempurna apapun bukti serta saksi yang diajukan ke persidangan yang
menentukan kemenangan bukan bukti, saksi dan pengacara tetapi Majelis
Hakim lah yang menentukan kemenangan. Jika Majelis Hakim berpendapat
bersebrangan dengan pengacara maka dikalahkanlah pengacara tersebut.
Hal
ini juga sudah saya uraikan pada pengacara saya dan pengacara teman
saya dan mereka juga sudah tahu. Orang-orang diluar lingkungan kami
mungkin beranggapan karena saya kalah berarti pengacara kami tidak
kualifait. Pemikiran ini salah besar menurut saya (saya hampir setiap
hari ke pengadilan selama setaun dari senen sampai kamis mengikuti
sidang pengadilan kami digugat, 16 gugatan). Walaupun kami kalah bukan
berarti pengacara kami bodoh tetapi kekalahan kami tidak ada hubungan
dengan pengacara kami karena kekalahan kami disebabkan ada faktor x nya.
Saya juga sudah ke YLKI tetapi karena ini sudah memasuki ranah hukum maka dikatakan YLKI tidak bisa membantu saya.
Dan
saya ucapakan selamat pada Sinar Mas Group yang dengan segala cara
ingin membungkam saya tetapi belum berhasil membungkam saya walaupun
sekarang saya mengalami kekalahan di pengadilan negeri Jakarta Utara.
Saya sudah melaporkan putusan pengadilan negeri ini ke instansi-instansi
pemerintah untuk mengevaluasi putusan ini karena didalam pertimbangan
hukum Majelis Hakim yang mengadili saya bukti-bukti dan saksi-saksi saya
dikatakan tidak menyangkal gugatan penggugat. Padahal secara jelas
saksi saya menyatakan apa yang saya tulis bukan fitnah dan yang
bertanggungjawab terhadap tulisan pembaca saya adalah penanggung jawab
pers bukan penulis surat pembaca karena surat pembaca ini bisa dikoreksi
oleh redaksi.
Demikian tambahan informasi yang bisa saya berikan
dan saya sekarang lagi menunggu proses banding saya. Dan yang
sebenarnya dihina (difitnah/dicemarkan nama baiknya) adalah saya bukan
Sinar Mas Group karena dalam persidangan saya telah membuktikan tulisan
surat pembaca saya sedang Sinar Mas Group tidak bisa membuktikan bahwa
tulisan didalam surat pembaca saya adalah fitnah.
Saya sekarang
sedang membuat memori banding. Semoga keadilan masih berpihak pada
kebenaran. Inilah kisah nyata saya mencari setitik keadilan dimana kasus
kenyataan tanah tempat kios saya berada adalah milik Pemprov DKI
Jakarta yang sudah saya gugat juga di pengadilan negeri Jakarta Utara
yang sialnya perkara saya menggugat Sinar Mas Group ditangani oleh
Majelis Hakim yang memutus dan menghukum saya 1 miliar rupiah. Jadi
Majelis Hakim ini menangani 3 perkara dua perkara kami digugat satu
perkara kami menggugat dan seperti yang sudah saya uraikan diatas dua
perkara sudah dikalahkan. Apakah perkara kami menggugat Sinar mas Group
bisa dimenangkan?
Kasus saya bukan kesalahan BPPN tetapi ini
murni patut diduga pekerjaan Sinar Mas Group karena ini merupakan produk
property Sinar Mas group dimana ada ribuan konsumen yang membeli
langsung ke Sinar Mas Group juga mengalami hal yang sama seperti saya.
Jadi disini jelas terlihat bukan BPPN yang membuat ini bermasalah tetapi
memang patut diduga sudah sejak dari awal ini diset oleh Sinar Mas
Group. Seperti yang saya ungkap dalam tulisan terdahulu ada dua
kemungkinan yang akan dilakukan konsumen jika Sinar Mas Group
memberitahu bahwa tanah tempat property yang dibangunnya adalah milik
pihak ke tiga bukan murni miliknya yaitu membeli dengan harga murah
(karena hanya membeli petak-petak kios yang dingding-dingdingnya
dibatasi gypsum tanpa ada tanah bersama) atau tidak membeli sama sekali
property ini.
Disini saya tambahkan informasi lagi teman saya
sudah menggugat Sinar Mas Group ini tapi gugatan teman saya ditolak
didalam putusannya dikatakan kurang lebih kami lah yang ceroboh karena
didalam sertifikat HMSRS ITC Mangga Dua katanya sudah ada keterangan
mengenai kepemilikan tanah Pemprov DKI Jakarta ini dan kesaksian saya
bersama 3 rekan saya mengenai kerugian akibat tanah yang kami ketahui
belakangan dianggap tidak sah karena dikatakan kami telah menggugat
dalam kasus yang sama diperkara yang lain (yang melakukan gugatan
diperkara yang lain untuk kasus yang sama ini hanya saya dan satu teman
saya yang lain, jadi masih ada dua teman saya yang lain yang tidak
melakukan gugatan tetapi keterangan 2 teman saya yang tidak menggugat
ini juga ikut dikatakan tidak sah).
Yang menangani kasus teman
saya ini adalah Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang nota bene
seharusnya memutus secara bijak tetapi putusannya menurut saya sangat
tidak adil, hampir sama seperti Majelis Hakim yang memutus saya bersalah
dimana segala bukti dan saksi yang diajukan teman saya sama sekali
tidak dipertimbangkan bahkan keterangan Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) yang menyatakan tidak tahu bahwa tanah di ITC Mangga Dua adalah
milik(dalam penguasaan) Pemprov DKI Jakarta tidak dipertimbangkan. Coba
kita pikirkan bersama PPAT saja tidak tahu apa lagi kita sebagai pembeli
yang awam mengenai surat-surat tanah dan bisa saya tambahkan juga
disini, pejabat Badan Pertanahan Nasonal (BPN) juga tidak tahu tanah ITC
Mangga Dua milik Pemprov DKI Jakarta (ini dapat dibuktikan dengan tidak
membayarnya teman saya biaya rekomendasi pada saat teman saya ini
membeli HMSRS nya dimana seharusnya teman saya ini membayar biaya
rekomendasi sesuai dengan SK Gubernur no 122 tahun 2001 bab V pasal 7
mengenai uang pemasukan terhadap tanah-tanah dalam penguasaan Pemprov
DKI Jakarta). Kedua pejabat ini saja (PPAT dan BPN) tidak tahu apa teman
saya bisa lebih hebat dari kedua pejabat ini yang tiap hari menangani
surat-surat pertanahan dan jika teman saya orang yang ceroboh lalu
bagaimana dengan kedua pejabat yang berwenang ini, apa kedua pejabat ini
tidak lebih-lebih hebat cerobohnya dari teman saya? Karena dokumen
berupa sertifikat HMSRS ini sudah melalui verifikasi dua pejabat yang
ahli dalam pertanahan ini dimana kedua pejabat ini juga tidak tahu bahwa
tanah di Mangga Dua adalah milik Pemprov DKI Jakarta seperti yang saya
uraikan diatas.
Ada dua hal aneh yang diputus Ketua pengadilan ini
yang pertama dinyatakan Sinar Mas Group telah mengikuti aturan hukum dan
sesuai aturan dan kerugian yang kami alami yang sekarang harus membayar
perpanjangan 16 kali lipat serta kerugian-kerugian lainnya dinyatakan
dalam putusan adalah wajar karena kami sampai sekarang telah menguasai
dan memanfaatkan kios-kios tersebut. Jadi wajar dan pantaslah kami
membayar 16 kali lebih mahal karena perpanjangan HGB diatas HPL ini. Hal
ini sungguh aneh menurut kami karena yang kami bayarkan waktu membeli
kios/HMSRS bukan hanya bangunan nya saja tetapi kami juga membayar
tanahnya (dapat kami buktikan dengan faktur pajak yang dikeluarkan
sendiri oleh Sinar Mas Group yang diberikan kepada kami, didalam faktur
pajak ini juga tertulis kami membayar Pajak Pertambahan Nilai untuk
TANAH & BANGUNAN dan juga dapat dilihat dari Akta Jual Beli (AJB)
yang salah satu obyek jual beli nya adalah TANAH BERSAMA dimana
transaksi ini dilakukan dihadapan PPAT serta diberi materai sebagai
pengesahan Akta ini). Seperti layaknya kami membeli rumah dimana tentu
bangunan dan tanah lah yang dibeli dan dibayar bukan hanya bangunannya
saja tanpa ada tanahnya. Adakah pengembang yang memasarkan rumah hanya
bangunannya saja tanpa berikut tanah tempat berdirinya bangunan rumah?
Tentu tanah yang kami bayarkan bukan sesuai dengan ukuran bangunan kami
tapi dengan perbandingan proporsional karena ini adalah rumah susun.
Yang anehnya tanah ini sekarang dinyatakan milik (dalam penguasaan)
Pemprov DKI Jakarta. Apakah mungkin Pemprov DKI Jakarta bersama-sama
dengan kami dikatakan memiliki secara bersama-sama tanah tempat bangunan
ITC Mangga Dua berdiri (karena didalam AJB dan Faktur Pajak dinyatakan
obyek jual beli berikut tanah yaitu TANAH BERSAMA)?
Hal aneh yang
kedua pada waktu saya dan 3 rekan saya menjadi saksi dipersidangan.
pihak Sinar Mas Group sudah keberatan terhadap kami yang menjadi saksi
karena Sinar Mas Group menyatakan kami sudah menggugat mereka juga untuk
kasus yang sama diperkara yang lain tetapi Ketua Pengadilan menyatakan
sah-sah saja kami untuk menjadi saksi diperkara ini karena kami tidak
punya kepentingan diperkara ini dan juga tidak terlibat diperkara yang
lagi berjalan ini. Jadi boleh saja kami menjadi saksi diperkara ini
(Ketua Pengadilan sendiri yang menyatakan kami boleh memberikan
kesaksian diperkara ini). Kemudian kami disumpah serta dimintakan
keterangannya Tetapi apa yang diputus Majelis Hakim didalam putusannya
sungguh sangat tidak sesuai dengan pernyataannya sendiri didalam sidang
dimana kami dinyatakan tidak sah menjadi saksi seperti yang saya uraikan
diatas. Seandainya kami tidak dibolehkan menjadi saksi buat apa kami
disumpah dan diminta keterangannya. Ini jelas sekali terlihat pada waktu
persidangan pembuktian. Majelis Hakim tidak menolak kami menjadi saksi
dan juga tidak mengatakan kesaksian kami tidak sah. Kenapa dalam
putusannya Majelis Hakim ini menyatakan sependapat dengan Sinar Mas
Group bahwa kesaksian kami tidak dapat dipertimbangkan karena kami juga
menggugat dalam kasus yang sama diperkara yang lain (perkara saya belum
diputus padahal saya sudah setengah tahun lebih dulu menggugat dari pada
teman saya yang menggugat ini).
Dua hal aneh diataslah yang
tertuang didalam putusan teman saya yang menggugat ini Sebenarnya ada
satu hal lagi didalam putusan ini yang saling bertentangan juga dimana
oleh Majelis hakim dikatakan teman saya telah dirugikan ini tertuang
dalam pertimbangan hukum untuk eksepsi dari Sinar Mas Group mengenai
salah gugat yang ditolak Majelis Hakim ini. Dinyatakan dalam
pertimbangan putusannya Sinar Mas Group tidak boleh melepaskan dan
mengalihkan tanggungjawab kepada BPN, walaupun BPN yang menerbitkan
sertifikat HMSRS ini karena dasar terbitnya sertifikat HMSRS ini yang
menimbulkkan kerugian terhadap teman saya adalah didasarkan pada
surat-surat sebagai perlengkapan adminitrasi yang diterbitkan Sinar Mas
Group pada saat dilakukan transaksi penjualan took-toko di ITC Mangga
Dua antara teman saya dengan Sinar Mas Group.
Inilah keterangan
yang bisa saya tambahkan. Disatu sisi teman saya dinyatakan telah
dirugikan tetapi disisi lain dinyatakan tidak terbukti dirugikan (teman
saya dinyatakan tidak memerinci kerugian). Jadi menurut pertimbangan
akhirnya gugatan teman saya ditolak untuk seluruhnya (putusan yang
kontroversi).
Disini bisa saya infokan juga mengenai kasus Sinar
Mas Group yang membangun BSD City. Di BSD City ada kasus tanah di
lokasi komplek Puspita Loka dimana tanah tersebut dalam sengketa antara
Bapak Rusli Wahyudi dengan Sinar Mas Group. Perkara ini sudah diputus
sampai kasasi. Di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi bapak Rusli
memenangkan perkara ini tetapi di kasasi bapak Rusli dikalahkan. Menurut
bapak Rusli putusan kasasi yang mengalahkannya lokasi tanahnya bukan
lokasi tanah miliknya yang sekarang dibangun komplek Puspita Loka tetapi
dilokasi yang lain. Jadi putusan ini tidak akan bisa mengesekusi tanah
milik bapak Rusli karena tanah milik bapak Rusli bukan tanah yang
ditulis didalam putusan kasasi tersebut dan menurut bapak Rusli tanah
yang dimenangkan Sinar Mas Group di pengadilan kasasi bukan di lokasi
yang sekarang dibangun komplek Puspita Loka tetapi didaerah lain. Dan
menurut bapak Rusli tanah yang disengketakan ini sudah direkonstruksi
oleh BPN dimana BPN menyatakan tanah tempat berdirinya komplek Puspita
Loka adalah milik Bapak Rusli. Saya tidak tahu mengenai kebenaran
sengketa tanah ini tapi kalau saya lihat dari kejadian yang saya alami
berperkara dengan Sinar Mas Group saya meyakini apa yang disampaikan
bapak Rusli ke saya adalah benar adanya (kasus ini saya baca dari Surat
Pembaca yang dimuat di harian Suara Pembaruan oleh bapak Rusli dimana
kemudian dibantah oleh Sinar Mas Group dan hasil pembicaraan saya dengan
bapak Rusli sendiri). Apa yang saya tulis mengenai kasus bapak Rusli
ini tidak saya cross cek ke Sinar Mas Group karena saya bukan wartawan
saya hanyalah korban dari Sinar Mas group yang mungkin juga bapak Rusli
ini adalah salah satu korban dari Sinar Mas Group yang saya ajak sharing
mengenai kelompok usaha Sinar Mas Group ini.
Jadi saran saya
jika ingin berhubungan dengan Sinar Mas Group mesti extra hati-hati.
Mungkin pembaca beberapa bulan yang lalu pernah membaca berita dari KPPU
(Komisi Pengawas Persaingan Usaha) yang menghukum 5 operator telkom
dimana salah satunya adalah milik Sinar Mas Group (SMART telkom).
Padahal SMART telkom ini baru berdiri dan sudah mencoba belajar berbuat
curang (setahu saya belum dua tahun). Beruntung SMART telkom ini tidak
disuruh membayar kerugian karena dinyatakan belum mendapat keuntungan
(baru belajar dibandingkan dengan operator-operator telpon yang lain).
Ada
lagi kasus mengenai asuransi milik Sinar Mas Group yaitu Asuransi Sinar
Mas. Asuransi milik Sinar Mas ini walaupun sudah dikalahkan oleh
putusan Pengadilan, tetap saja belum membayar ke nasabahnya. Nilai
pertanggungan yang harus dibayar juga hanya sekitar 8 jutaan rupiah
(asuransi kesehatan, mengenai biaya perawatan) ini saya baca dari
majalah Forum terbitan sekitar 2 bulan yang lalu.
Inilah potret
kelompok perusahaan-perusahaan Sinar Mas Group. Semua yang saya tulis
mengenai kelompok Sinar mas group saya peroleh dari media cetak yang
berupa Koran dan majalah.
Demikian yang bisa saya tanggapi atas
tanggapan yang menyatakan ekstra hati-hati membeli melalui BPPN. Bukan
ekstra hat-hati terhadap BPPN tapi ekstra hati-hati untuk berhubungan
dengan Sinar Mas Group karena jika terjadi masalah kelompok perusahaan
ini akan berusaha mencari seribu satu alasan untuk menghindari
kewajibannya bahkan penegak hukum yang seharusnya membela kita yang
menderita kerugian dari akibat tindakan Sinar Mas Group malah patut
diduga diperalat untuk menghukum yang menderita kerugian seperti yang
saya alami. Saya lah yang dikatakan mencemarkan nama baiknya melalui
media cetak padahal yang saya ceritakan didalam media adalah fakta
kejadian yang telah saya buktikan kebenarannya didepan sidang pengadilan
(bukan fitnah). Sedang Sinar mas Group sendiri tidak bisa membantah apa
yang saya tulis tetapi Hakim malah menghukum saya untuk membayar
kerugian akibat saya dinyatakan mencemarkan nama baik Sinar Mas Group.
Saran
saya untuk selamat dan tidak mendapat kesulitan lebih baik menghindar
dari kelompok perusahaan ini. Jika terpaksa sekali mesti berhubungan,
mesti extra teliti dan hati-hati bacalah setiap perjanjian yang dibuat
secara seksama jika tidak mengerti tanyakanlah pada pengacara atau
siapapun yang mengerti untuk diminta bantuannya, ini dilakukan guna
menghindari hal-hal buruk yang mungkin dapat terjadi dikemudian hari
(Seperti yang ribuan konsumennya alami sekitar 16 tahun kemudian baru
ribuan konsumen yang membeli property di Mangga Dua tahu bahwa tanah
tempat bangunannya berdiri ternyata bukan milik Sinar Mas Group tetapi
milik Pemprov DKI Jakarta dan ketika berperkara kami yang memiliki bukti
yang kuat pun belum bisa memenangkan perkara malah diputus bersalah
apalagi yang membuat perjanjian asal-asalan)
Dibawah ini
kronologi saya (Khoe Seng Seng) dalam kasus pidana (tulisan-tulisan saya
sebelum ini dalam kasus perdata baik saya menggugat ataupun Sinar Mas
Group mengguggat saya, dua kasus perdata ini dua-duanya saya kalah,
dalam posisi saya menggugat gugatan saya ditolak dalam posisi tergugat
saya dihukum membayar satu miliar, kedua perkara saya tersebut ditangani
satu Majelis Hakim yaitu Nelson Samosir, Mawardi dan Daliun Sailan),
saya hanya membagi pengalaman nyata saya dengan perusahaan multi
internasional Sinar Mas Group kepada segenap pembaca dan tulisan saya
dibawah ini semua kisah nyata konsumen mencari keadilan.
Kronologis Pembelian kios saya sampai saya dilaporkan ke polisi dan menjadi tahanan kejaksaan tinggi.
Pada
tahun 1990 PT Duta Pertiwi Tbk membangun dan menjual kios-kios di ITC
Mangga Dua dengan status strata title (Hak Milik Satuan Rumah
Susun/HMSRS) dengan status tanah adalah Hak Guna Bangunan (HGB).
PT
Duta Pertiwi Tbk menjual ini dengan memberikan konsumennya Faktur Pajak
Sederhana yang menerangkan pembayaran atas tanah dan pembayaran atas
bangunan serta pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas tanah dan
PPN atas Bangunan. Hampir semua konsumen menerima Faktur Pajak Sederhana
ini.
Pada tahun 2001 Pemerintahan Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta
mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta no 122 tentang Tata
Cara Pemberian Rekomendasi Atas Permohonan Sesuatu Hak Diatas Bidang
Tanah Hak Pengelolaan, Tanah Desa dan Tanah Eks Kota Praja Milik
/Dikuasai Pemerintah Propinsi DKI Jakarta.
Isi SK Gubernur ini
salah satunya mengenai uang pemasukan ke pemerintahan daerah (Bab V
pasal 7 yaitu untuk uang pemasukkan dari biaya rekomendasi perpanjangan,
peralihan/pengoperan HGB diatas tanah Hak Pengelolaan / HPL).
Pada
tahun 2003 saya membeli sebuah HMSRS ITC Mangga Dua di lantai 2 blok B
no 42 melalui lelang Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). HMSRS
ini adalah kepunyaan PT Bank Bumiraya Utama (bank memperoleh dari Lim
Bui Min) dimana bank ini akhirnya dilikuidasi dan semua asetnya dikuasai
oleh BPPN yang kemudian dijual pada lelang Program Penjualan Aset
Properti (PPAP) tahap 2.
Segala biaya yang timbul dari pembelian
ini ditanggung pemenang aset. Saya membayar Bea Perolehan Hak Atas Tanah
(BPHTB), PPh penjual, biaya denda dari Jakarta Sinar Intertrade
(pengelola gedung ITC Mangga Dua), biaya Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) meliputi pembuatan Akta jual beli, pencabutan hak roya, biaya
pengalihan nama dan jasa PPAT.
Pada waktu saya membeli HMSRS ini
tidak pernah saya membayar biaya rekomendasi seperti yang diatur pada SK
Gubernur no 122 tentang uang pemasukkan. Jadi status sertifikat HMSRS
saya disini jelas adalah HGB murni. Di dalam sertifikat HMSRS ini
tercantum tiga nama PPAT yaitu Arikanti Natakusuma, Sugiri Kadarisman
dan Mardijono. Ketiga PPAT ini tidak tahu bahwa tanah ITC Mangga Dua
adalah milik Pemprov DKI Jakarta karena mereka tidak melihat dan tidak
pernah diberitahu oleh BPN bahwa tanah ini berstatus HGB diatas HPL.
Menurut saya BPN juga tidak tahu ini HPL sampai bulan Maret 2006 karena
disamping saya tidak membayar biaya HPL yang mana seharusnya BPN meminta
saya untuk membayar terlebih dahulu biaya peralihan ini sebelum saya
bisa mengalihkan ke atas nama saya juga ada transaksi di bulan Maret
2006 dimana peralihan hak juga tidak diminta membayar biaya rekomendasi
peralihan hak ini.
Pada tanggal 4 September 2006 saya dikirimkan
edaran mengenai perpanjangan HGB ITC Mangga Dua didalam edaran ini
dicantumkan saya mesti membayar biaya HGB dan biaya HPL. Saya sangat
terkejut kenapa ada biaya HPL ini karena tidak ada satupun petunjuk
bahwa HMSRS saya berdiri diatas HPL. Kemudian saya minta ketemu dan
bicara dengan yang mengeluarkan edaran ini yang mengaku sebagai ketua
Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS) ITC Mangga Dua.
Pertemuan
ini terjadi pada tanggal 5 September 2006 di kios/HMSRS saya. Saya
kemudian menanyakan tentang HPL ini dan menanyakan di dokumen yang mana
yang saya miliki yang menerangkan bahwa tanah ITC Mangga Dua milik
(dalam penguasaan) Pemprov DKI Jakarta. Dokumen yang saya miliki terdiri
dari Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Akta Jual Beli (AJB) dan
sertifikat HMSRS. Orang yang mengaku sebagai ketua PPRS ini tidak bisa
menunjukkan pada saya mengenai HPL ini tapi orang ini tetap memaksakan
kehendaknya untuk memaksa saya mengakui HPL ini. Saya tetap tidak mau
menerima dan pembicaraan kami hentikan tanpa titik temu (pembicaraan ini
sekitar 2 jam). Orang ini adalah kuasa dari PT Duta Pertiwi Tbk yaitu
saudara Hasnawi Thamrin SH.
Kemudian pada tanggal 11 September 2006 diadakan rapat umum luar biasa yang kedua
karena
rapat umum luar biasa yang pertama tidak mencapai kourum. Agenda rapat
ini ada tiga yaitu pertanggungjawaban laporan keuangan, perpanjangan HGB
diatas HPL dan pengesahan ketua PPRS ITC Mangga Dua.
Disini para
pemilik HMSRS dipaksakan untuk mengakui ITC Mangga Dua adalah HPL
Pemprov DKI Jakarta dimana dalam rapat ini pejabat BPN yang didatangkan
PT Duta Pertiwi Tbk bapak Iing Sodikin menyatakan kenapa kami mau
membeli kucing dalam karung kalau dia (Iing Sodikin) akan mengecek dulu.
Dalam
rapat ini kemudian para pemilik kios/HMSRS asli kemudian keluar ruangan
dan tidak mau mengakui apapun putusan yang dibuat dalam rapat ini dan
yang tinggal adalah orang-orang dari PT duta Pertiwi Tbk (Sinar Mas
Group).
Tidak ada seorangpun dari pemilik HMSRS mau mengakui HPL
ini dan hanya PT Duta Pertiwi Tbk ini sajalah yang mempunyai kepentingan
untuk mengakui HPL ini karena dengan diakui HPL ini terbebaslah PT Duta
Pertiwi Tbk dari tanggungjawab terhadap apa yang dijual semenjak dari
awal dimana PT Duta Pertiwi Tbk pada waktu pertama kali menjual berani
mengeluarkan Faktur Pajak Sederhana yang menerangkan penjualan tanah dan
bangunan serta pembayaran PPN atas tanah dan PPN atas bangunan. Juga
didalam AJB jelas tercantum obyek jual belinya yang meliputi TANAH
BERSAMA.
Beberapa hari setelah rapat ini saya membuat sebuah
surat pembaca yang isinya menceritakan ketidakjujuran dari PT Duta
Pertiwi Tbk selama 18 tahun karena tanah tempat berdirinya gedung ITC
Mangga Dua baru diketahui milik Pemprov DKI Jakarta
setelah 18 tahun
ketika akan memperpanjang HGB ITC Mangga Dua serta saya mempertanyakan
siapa yang harus bertanggung jawab atas kasus ini (Pemprov DKI Jakarta,
BPN atau PT Duta Pertiwi Tbk?). Surat pembaca saya ini terbit di harian
Kompas pada tanggal 26 September 2006 dengan judul ‘Duta Pertiwi
Bohong’. Surat Pembaca ini kemudian dijawab oleh GM Legal PT Duta Periwi
Tbk, Suyono Sanjaya yang menyatakan bahwa memang sudah sejak dari awal
ITC mangga Dua adalah HPL Pemprov DKI Jakarta dengan judul ‘Status HGB
di Atas HPL’.
Pada tanggal 21 September 2006 Kuasa PT Duta
Pertiwi Tbk yang sengaja didudukkan sebagai Ketua PPRS ITC mangga dua
mengeluarkan edaran ancaman yang akan mendenda kami Rp 100.000/hari jika
kami terlambat membayar perpanjangan HPL Pemprov DKI Jakarta (lewat
dari 31 Oktober 2006).
Pada tanggal 27 September 2006 Bapak
Johannes Ginting kemudian melaporkan kasus perubahan status tanah ini ke
Polda Metro jaya dan saya sebagai saksi pelapor. Laporan ini dinyatakan
kasus dugaan penipuan oleh yang menerima pengaduan kami.
Pada
tanggal 15 November 2006 kemudian saya melaporkan sendiri kasus tanah
ini dan dibuatkan laporannya sebagai laporan dugaan penipuan pula.
Pada
tanggal 21 November 2006 tulisan saya yang saya kirimkan ke Suara
Pembaruan untuk kolom surat pembaca terbit. Isinya menceritakan denda Rp
100.000/hari oleh kaki tangan PT Duta Pertiwi Tbk yang didudukan
sebagai ketua PPRS ITC Mangga Dua dimana saya katakana PT Duta Pertiwi
Tbk ingin lepas tanggung jawab terhadap kasus ini dengan memaksa pemilik
HMSRS cepat cepat membayar HPL ini jadi otomatis kami mengakui ITC
Mangga Dua HPL Pemprov DKI Jakarta. Di akhir tulisan saya meminta
bantuan penjelasan BPN mengenai pembayaran HPL ini dan saya menanyakan
apakah pemikiran saya mengenai penipuan ini benar. Tulisan Surat Pembaca
saya ini kemudian dibantah pada harian yang sama pada tanggal 6
Desember 2006 oleh induk perusahaan PT Duta Pertiwi Tbk dengan judul ‘PT
Duta Pertiwi Tbk Tidak Menipu’. Yang membatah Dhony Rahajoe (Corporate
Communication General Manager Sinarmas Developer & Real Estate).
Saya bicara dengan anaknya yang keluar menjawab bapaknya.
Akibat
dari 2 surat pembaca saya ini kemudian saya dilaporkan ke Mabes Polri
pada tanggal 24 November 2006 dengan tuduhan pasal penghinaan,
pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan (pasal 310, 311
dan 335 KUHP). Pelapornya Dourmali Limbong yang tidak saya kenal pada
saat itu yang belakangan saya tahu Dourmali Limbong ini adalah kuasa
hukum dari PT Duta Pertiwi Tbk.
Saya kemudian dikirimkan surat
panggilan pada tanggal 18 Desember 2006 dimana saya disuruh menghadap
pada tanggal 5 Januari 2007. Nomor panggilan saya adalah No.Pol :
S.Pgl/1422-DP/XII/2006/Dit.1. Saya diminta menghadap ke penyidik AKBP
Iolani SH dan yang memanggil saya adalah AKBP Drs Rio Permana S. Saya
dipanggil disini sebagai tersangka langsung (asas praduga tidak bersalah
tidak berlaku buat saya karena saya tidak pernah diperiksa sebagai
saksi terlebih dahulu seperti seseorang jika ingin dituduhkan sebagai
pembunuh sebelum terbukti pasti dipanggil terlebih dahulu sebagai saksi,
hal ini tidak pernah terjadi pada saya). Saya menghadap penyidik pada
tanggal 15 Januari 2007 untuk diperiksa. Penyidikkan terhadap saya
kemudian diserahkan pada ibu Ely rekan dari ibu Iolani dimana pada
tanggal 15 Januari 2007 kebetulan ibu Iolani berhalangan. Ibu Ely
sebelum menyidik saya sudah menerangkan bahwa dia akan menyidik secara
proporsional.
Kurang lebih tiga bulan setelah saya disidik dua
rekan saya yang juga dipanggil sebagai tersangka (dikenakan pasal yang
sama seperti saya) atas tulisan surat pembaca mereka di harian Suara
Pembaruan dengan judul ‘Hati-hati membeli property PT Duta Pertiwi Tbk’
(ibu Kwee Meng Luan/Winny) dan Warta Kota dengan judul ‘Hati-hati
Terhadap Modus Operandi Penipuan PT Duta Pertiwi Tbk’ (ibu Fifi Tanang)
yang disidik juga oleh Ibu Iolani (Winny dan Fifi Tanang lebih dulu
disidik dari saya) mendatangi Mabes Polri untuk menanyakan kelanjutan
kasus mereka. Ternyata penyidik ibu Iolani mengatakan bahwa penyidik
sudah mengudurkan diri dari penyidikan ini dan berkas mereka
dikembalikan kepada pemanggil bapak Drs Rio Permana S. Ibu Iolani
mempersilahkan dua teman saya ini untuk menanyakan sendiri ke bapak Drs
Rio Permana S. kemudian kedua teman saya ini mendatangi Bapak Rio
Permana S dan menanyakan kasus mereka bapak Rio Permana ini malah balik
bertanya kok kami sebagai tersangka berani menanyakan kelanjutan kasus
ini dimana yang seharusnya menanyakan kasus adalah pelapor bukan
tersangka katanya, apa kalian berdua ingin cepat-cepat diproses kasus
kalian tannyanya. Kedua teman saya terdiam dan akhirnya kembali pulang
tanpa kejelasan kasusnya. Semua ini saya ketahui dari cerita kedua teman
saya yang datang ke Mabes Polri. Pada waktu itu saya tidak ikut ke
Mabes Polri.
Pada tanggal 27 April 2007 saya membuat laporan
pengaduan ke Dewan Pers berkenaan dengan dilaporkannya saya sebagai
tersangka di Mabes Polri atas dua buah surat pembaca saya. Dan kemudian
Dewan Pers menindak lanjuti laporan saya dengan mengirimkan surat ke
Kapolri perihal peninjauan penetapan saya sebagai tersangka karena
tulisan surat pembaca pada tanggal 8 Juni 2007.
Pada tanggal 18
Juli 2007 saya diundang oleh Dewan Pers untuk acara talk show yang
diadakan Dewan Pers di TVRI dengan tema mengenai Surat Pembaca.
Kegelisahan
saya terhadap kasus saya di Mabes Polri ini membuat saya pada tanggal
12 September 2007 mengirimkan surat ke bapak Bambang Hendarso (Pimpinan
Bareskrim Mabes Polri) untuk mohon penghentian penyidikan. Pada tanggal
14 September 2007 saya juga mengirimkan pengaduan ke Komisi Kepolisian
Nasional.
Sekitar tiga minggu setelah saya mengirimkan surat ke
Mabes Polri saya menanyakan ke Bareskrim Mabes Polri ternyata surat yang
saya masukan hilang di Mabes Polri dan saya disuruh membuat surat lagi.
Kemudian saya membuat surat dan saya kembali mengantar sendiri surat
tersebut ke Kabareskrim Mabes Polri. Disana saya mendapat penjelasan
bahwa kasus saya masih belum selesai karena pihak pelapor (PT Duta
Pertiwi Tbk) dipanggil-panggil katanya tidak datang-datang. Saya
kemudian diminta untuk menemui Wadir Reskrim’ Ketika saya menemui Wadir
Reskrim, Wadir ini bertanya pada saya apa keberatan saya mengenai kasus
saya ini. Pada saat itu saya binggung menjawab sebab saya datang kesana
untuk menanyakan status saya kenapa sudah sekian lama tidak
selesai-selesai kok saya malah ditanya keberatan apa saya pada saat itu
karena saya memang tidak ditahan dan saya bebas kemana saya ingin pergi.
Akhirnya saya pulang dengan tetap kondisi saya sebagai tersangka.
Pada
tanggal 14 November 2007 saya menerima surat pemberitahuan dari
KOMPOLNAS yang menyatakan berkas saya sudah dikirim ke pihak Polri untuk
ditindaklanjuti tapi sampai surat ini dikirim kan ke saya pihak Polri
belum menanggapi dan Kompolnas akan mengabarkan ke saya jika ada
perkembangan baru. Surat ini dikirimkan oleh anggota Kompolnas Bpk A.
Pandu Praja. Walaupun belum berhasil membantu saya menyelesaikan kasus
saya, saya sangat berterima kasih sekali atas perhatian dari pihak
Kompolnas ini terutama buat bapak A. Pandu Praja yang dengan
kesibukannya masih bersedia menerima dan mendengarkan keluhan saya pada
waktu saya melaporkan kasus saya
Pada tanggal 28 Januari 2008
saya coba kembali mengirim surat ke Kapolri memohon penghentian
penyidikan saya di Mabes Polri tetapi tidak pernah ada kelanjutannya.
Pada
tanggal 18 Februari 2008 saya membaca artikel mengenai proses
penyidikan dimana dikatakan kasus yang gampang penyidikannya 30 hari
yang sedang 60 hari yang sulit 90 hari dan yang super sulit 120 hari
yang disampaikan oleh bapak Bambang Hendarso (Kabareskrim Mabes Polri)
sedang kasus saya ini sudah lebih dari setahun. Dengan dasar artikel ini
beberapa hari kemudian saya membuat surat pembaca yang dimuat di Koran
Tempo dan Majalah Tempo mengenai surat terbuka mohon penghentian
penyidikan saya.
Sungguh tidak saya duga surat pembaca yang
dimuat di majalah Tempo edisi 25 Februari 2008 membawa malapetaka bagi
saya. Saya pada tanggal 1 Maret 2008 menerima kembali panggilan dengan
nomor panggilan No. Pol. : S.Pgl/214-DP/II/2008/Dit-1 dari Mabes Polri
dengan status tetap sebagai Tersangka dan akan disidik kembali. Pada
tanggal 11 Maret 2008 saya disidik. Saya pikir inilah penyidikan
terakhir dan kasus saya akan dihentikan penyidikannya (SP3). Tapi
sungguh tidak saya duga rupanya ini bukan penyidikan untuk menghentikan
penyidikan tetapi penyidikan untuk menyatakan berkas saya sudah sempurna
dan dilimpahkan ke Kejati.
Akhirnya pada tanggal 5 September
2008 saya dipanggil kembali dengan nomor panggilan No.Pol. :
S.Pgl/900-DP/IX/2008/Dit-1 untuk menghadap penyidik dimana kasus saya
dinyatakan sudah lengkap oleh Kejati (P21) dan saya akan
diserahkan/dihadapkan pada penuntut umum (Kejati DKI Jakarta) pada
tanggal 9 September 2008. Akhirnya pada tanggal 9 September 2008 ini
saya menghadap ke Kejati dan saya akhirnya ditahan dengan tahanan kota
dimana setiap minggu saya harus melapor dua kali ke Kejati. Saya masih
beruntung tidak ditahan karena terlihat Jaksa saya cukup baik yang
bersedia menerima jaminan pengacara saya dari LBH Pers. Pengacara saya
dari LBH Pers telah menjamin saya bahwa saya tidak akan melarikan diri.
Hari ini tanggal 11 September 2008 adalah pertama kali saya melapor ke
Kejati. Semoga keadilan masih ada dibumi tercinta ini. Saya sudah tiga
kali dipukul jatuh ke kanvas tapi beruntung saya masih bisa bangun dan
terus berusaha bertahan dari gempuran Sinar Mas Group. Pertama saya
sudah dihajar telak dengan dihukumnya saya membayar 1 miliar, yang kedua
adalah gugatan saya ditolak mentah-mentah oleh Majelis hakim yang sama
yang telah menghukum saya untuk membayar satu miliar di PN Jakarta Utara
dan pukulan ketiga adalah saya menjadi tahanan kota.
Yang pasti
saya tidak akan melarikan diri karena saya akan mengejar tanggung jawab
dari Sinar Mas Goup atas penjualan propertinya yang tidak transparan
dimana tanah yang dijual ternyata tanah milik Pemprov DKI Jakarta. Dan
saya berharap pihak penegak hukum juga mencegah jangan sampai Direksi
dan Komisaris PT Duta Pertiwi Tbk (Sinar Mas Group) keluar negeri karena
Sinar Mas Group lah yang memulai kekisruhan yang sekarang terjadi di
area Mangga Dua yang meliputi lahan sekitar 30 hektar (saya takut
Direksi dan Komisaris PT duta Pertiwi Tbk melarikan diri karena mereka
mempunyai kekuatan finansial yang bisa mendukung pelarian mereka
dibandingkan dengan saya yang hanya mencari sesuap nasi untuk bertahan
hidup)
http://www.elexmedia.co.id/forum/index.php?topic=9742.0;wap2